Bahaya Membawa Hutang Sampai Mati

Di dalam fiqih Islam, hutang piutang atau pinjam meminjam telah dikenal dengan istilah Al-Qardh. Makna Al-Qardh secara etimologi (bahasa) ialah Al-Qath’u yang berarti memotong. Harta yang diserahkan kepada orang yang berhutang disebut Al-Qardh, karena merupakan potongan dari harta orang yang memberikan hutang.

Utang-piutang merupakan aktifitas yang tidak mungkin dihindari dalam kehidupan banyak orang. Islam membolehkan berhutang tapi dengan ketentuan yang berlaku dalam Islam. Diantaranya adalah, orang yang berhutang memang betul-betul terpaksa, bukan untuk berfoya-foya. Selanjutnya juga orang yang berhutang harus ada niat yang kuat untuk mengembalikan.

Orang yang memiliki niat seperti ini akan ditolong oleh Allah Swt. Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Nabi Saw bersabda: “Barangsiapa yang mengambil harta orang lain (berutang) dengan tujuan untuk membayarnya (mengembalikannya), maka Allah Swt akan tunaikan untuknya. Dan barangsiapa mengambilnya untuk menghabiskannya (tidak melunasinya, pent), maka Allah akan membinasakannya.” (Riwayat Bukhari)

Adapun bahaya membawa utang ketika mati sebagai berikut,

1. Hutangnya Akan di Bayar dengan Kebaikannya Sendiri.
Dari Ibnu ‘Umar, Rasulullah Saw bersabda,

مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ دِينَارٌ أَوْ دِرْهَمٌ قُضِىَ مِنْ حَسَنَاتِهِ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ

“Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki hutang satu dinar atau satu dirham, maka hutang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat nanti) karena di sana (di akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham.”

(HR. Ibnu Majah no. 2414. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih). Ibnu Majah juga membawakan hadits ini pada Bab “Peringatan keras mengenai hutang.”

2. Urusannya Akan di Gantung.
Dari Abu Hurairah, Nabi Saw bersabda,

نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ

“Jiwa seorang mukmin masih bergantung dengan hutangnya hingga dia melunasinya.” (HR. Tirmidzi . Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaiman Shohih wa Dho’if Sunan At Tirmidzi)

Al ‘Iroqiy mengatakan, “Urusannya masih menggantung, tidak ada hukuman baginya yaitu tidak bisa ditentukan apakah dia selamat ataukah binasa, sampai dilihat bahwa hutangnya tersebut lunas atau tidak.” (Tuhfatul Ahwadzi)

3. Mayatnya Tidak di Shalatkan.
Dari Salamah bin Al Akwa’ ra, beliau berkata: "Kami duduk di sisi Nabi Saw. Lalu didatangkanlah satu jenazah."Lalu beliau bertanya, “Apakah dia memiliki hutang?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Tidak ada.” Lalu beliau mengatakan, “Apakah dia meninggalkan sesuatu?”. Lantas mereka (para sahabat) menjawab, “Tidak.” Lalu beliau Saw menyolati jenazah tersebut.

Kemudian didatangkanlah jenazah lainnya. Lalu para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah shalatkanlah dia!” Lalu beliau bertanya, “Apakah dia memiliki hutang?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Iya.” Lalu beliau mengatakan, “Apakah dia meninggalkan sesuatu?” Lantas mereka (para sahabat) menjawab, “Ada, sebanyak 3 dinar.” Lalu beliau menshalati jenazah tersebut.

Kemudian didatangkan lagi jenazah ketiga, lalu para sahabat berkata, “Shalatkanlah dia!” Beliau bertanya, “Apakah dia meningalkan sesuatu?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Tidak ada.” Lalu beliau bertanya, “Apakah dia memiliki hutang?” Mereka menjawab, “Ada tiga dinar.” Beliau berkata, “Shalatkanlah sahabat kalian ini.” Lantas Abu Qotadah berkata, “Wahai Rasulullah, shalatkanlah dia. Biar aku saja yang menanggung hutangnya.” Kemudian beliau pun menyolatinya.” (HR. Bukhari)

4. Dosa Hutang Tidak Terampuni Walaupun Mati Syahid
Dari ‘Abdillah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, Rasulullah Saw bersabda,

يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلاَّ الدَّيْنَ

“Semua dosa orang yang mati syahid akan diampuni kecuali hutang.” (HR. Muslim)

Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang bahaya tidak melunasi hutang apabila kita meninggal. Mudah-mudahan kita selalu di jauhkan dari berhutang. Aamiin. Sebab Rasulullah Saw sering berlindung dari berhutang di saat shalat.

Imam Bukhari membawakan dalam kitab shahihnya pada Bab “Siapa yang berlindung dari hutang”. Lalu beliau rahimahullah membawakan hadits dari ‘Urwah, dari ‘Aisyah bahwa Rasulullah Saw bersabda,

كَانَ يَدْعُو فِى الصَّلاَةِ وَيَقُولُ « اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ » . فَقَالَ لَهُ قَائِلٌ مَا أَكْثَرَ مَا تَسْتَعِيذُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مِنَ الْمَغْرَمِ قَالَ « إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا غَرِمَ حَدَّثَ فَكَذَبَ وَوَعَدَ فَأَخْلَفَ » .

Nabi Saw biasa berdo’a di akhir shalat (sebelum salam):
"Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari berbuat dosa dan banyak utang.” 
Lalu ada yang berkata kepada beliau Saw, “Kenapa engkau sering meminta perlindungan adalah dalam masalah hutang?” Lalu Rasulullah Saw bersabda, “Jika orang yang berhutang berkata, dia akan sering berdusta. Jika dia berjanji, dia akan mengingkari.”  (HR. Bukhari)
LihatTutupKomentar